Sunday, March 9, 2008

A Tribute to Wacana Bhakti (4)

Tahun kedua.


Tahun ini kami resmi menjadi murid kelas 1 SMU, resmi, pake kurikulum, gak bingung lagi kayak kemaren kalo ditanya kelas berapa sekarang.
Secara resmi juga menjadi bagian dari sekolah SMU Gonzaga, biar kelasnya tetep dipisah sama anak2 sekolah yang lain. Lucu kan, di kelas lain cowok cewek dicampur, lah ini ada kelas unik sendiri yang isinya 'batangan' semua. Sialnya cewek2nya uda diwanti2 dari awal kalau cowo2 dari kelas unik ini gak bisa dan gak boleh dipacarin lagi. Tapi itu tidak menghalangi kami untuk mencari pujaan hati masing2. Yah cuma antar kita2 sendiri aja yang tahu, engga sampe keluar ke kelas lain. Makanya topik debat 'apakah seminari boleh pacaran?' itu sempet menjadi tema hangat. Sisi baik dan buruknya tetap ada tapi biasanya para pastor pembimbing akan melihat dari panggilan imamat/pastoral itu sendiri bahwa rohaniwan katholik hidupnya selibat dan bukankah tujuan awal kami daftar masuk ke seminari itu untuk menjadi pastor.

Tahun kedua, mulai merasakan sedikit kebebasan menjurus kepada pelanggaran2 peraturan asrama.
Gw tidak sebaik kemarin lagi. Gw merasa sumpek dengan asrama, makanya gw kadang2 keluar diam2 dari kompleks asrama dengan meloncat pagar. Ada 3 alasan utama, kenapa gw keluar malam. Nasi goreng pengkolan yang menggugah selera, maen WE di rental ps ato buat nelpon di wartel. Abis gimana, keluar asrama harus ada surat izin, gak bisa sering2 lagi, mending inisiativ sendiri.
Bangun jam 5 pagi. Sekolah itu di 1 kompleks, tinggal ngesot juga nyampe. Bel sekolah aja masih kedengeran dari kamar. Mulai jalan waktu bel bunyi aja masih keburu. Jadi buat apa bangun pagi, mending tidur bolos misa pagi. Baru bangun waktu sarapan. Gw juga kadang2 bolos doa malam, yang lain pergi ke kapel, nah gw ke kamar. Orang bolos misa pagi mungkin karena ga bisa bangun, tapi kalo bolos doa malam, kayaknya langka deh.

Lalu apakah dengan semuanya memang lebih baik seperti harapan waktu kenaikan kelas kemarin ? Mungkin. Sosialisasi uda mulai membaik dan kebandelan juga membantu untuk lebih menikmati hidup. 1 tahun kami membentuk kekompakan di angkatan sendiri dan dengan kakak kelas yang akhirnya membentuk suatu komunitas seminari yang saling membantu dan mendukung. Udah gak canggung lagi deh satu sama lain.
Tapi gw masih merasakan suatu kebutaan. Suatu motivasi dan semangat yang tidak pernah lagi ada.
Keinginan untuk menjadi pastur sudah hilang dan gw terus mencari2 makna, buat apa gw bertahan di sini ?

Gw sempet bertanya ke bbrp orang, gimana kalau gw mengundurkan diri dari seminari sekarang. Keputusan itu tidak kalah besarnya daripada keputusan untuk masuk ke seminari. Waktu itu gw ditanya, apakah keputusan itu sudah dipikirkan secara matang. Ada juga yang bilang, jangan terlalu terburu2. Yah benar, waktu bukan masalah karena tidak ada tekanan waktu dan jika masih bingung gw disarankan sebaiknya jangan mengambil keputusan.
Kalau bisa dibilang mungkin saat itu gw terlalu idealis, memang seminari hidup dari donasi orang2. Tapi gak pernah pastor pembimbing bilang, buat mereka yang mulai kehilangan motivasi dipersilahkan keluar mengundurkan diri. Kalau beneran mungkin mendadak seminari bakal sepi. Temen2 yang lain pun juga sama. Merasakan hal yang sama, punya pemikiran yang sama dan punya kebimbangan yang sama seperti yang gw rasakan. Semuanya merupakan proses panjang. Pendidikan menjadi pastur itu panjang, bisa menghabiskan waktu 10-15 tahun. 15 tahun waktu yang diperlukan untuk menjawab 'ya, saya bersedia.' untuk menerima tahbisan imamat.
Gw berpikir, gw itu kayak gw yang sekarang itu juga karena seminari. Banyak hal yang bisa dipelajari, gw merasa berkembang di sini dan mungkin masih ada hal2 yang bisa gw perjuangkan selama di sini. Gw uda bilang sebelumnya kalo gw gak betah di sana, terus kenapa gw masih tetap bertahan ?
Yah begitu, mungkin ada hal yang bisa gw perjuangkan. Dalam setiap kesulitan orang akan berkembang, betul gak ? Dan sampai lah gw pada suatu pemikiran :

maybe it's worth it to fight.

Suatu kata kata yang membawa harapan baru buat gw. Gw gak pernah tau ntar bakal kayak apa. Lagian gw merasa masih bisa terus berjuang, gw belum merasa mentok, gw belom menyerah.
Topengnya harus dipake lagi buat tahun depan.


berlanjut....

No comments: