Thursday, January 10, 2008

A Tribute to Wacana Bhakti (1)

Awal mula

Kali ini gw pengen bercerita tentang masa sesaat sebelum lulus SLTP. Saat dimana orang memikirkan dan memutuskan untuk mau lanjut sekolah di mana. Pada akhirnya gw melanjutkan sekolah di sebuah sekolah khusus yaitu, Seminari Wacana Bhakti disingkat SWB.
Apaan itu ? Gak pernah dengar ada sekolah yang namanya seminari.

Ok, sebuah seminari adalah sekolah tempat pendidikan untuk pemuda katolik yang berminat untuk menjadi seorang pastor dan mungkin bisa dibilang seminari itu pesantrennya orang katholik. Seminari wacana bhakti adalah sebuah seminari yang terletak di keuskupan agung Jakarta, tepatnya di jalan pejaten barat, pasar minggu, di kompleks SMU Gonzaga ( sebenarnya sih SMU Gonzaga yang terletak di kompleks SWB). Nah di situ ada asramanya, khusus buat para seminaris, murid SWB.
Seperti sebuah sekolah, jenis seminari itu ada 3,
  1. seminari kecil, setingkat SLTP, pendaftarnya adalah siswa2 yang baru lulus SD
  2. seminari menengah, setingkat SMU, pendaftarnya adalah siswa2 yang baru lulus SLTP atau lulus SMU.
  3. seminari tinggi, setingkat Universitas, pendaftarnya adalah yang baru lulus seminari menengah atau masyarakat umum. Masyarakat di sini contohnya yang sudah bekerja, sudah lulus kuliah tapi tak beristri. Semua orang yang berada di seminari tinggi dipanggil frater.
SWB adalah sebuah seminari menengah. Uniknya orang tak harus menjani dari seminari kecil, dia bisa langsung memulai perjuangannya lewat seminari tinggi.

Blog kali ini khusus buat menceritakan kisah gw di seminari ini. Gw harus berusaha buat mengorek ingatan gw lagi waktu masa masa ini. Gw uda mulai banyak lupa kalau buat mengingat masa itu.
3 tahun di sana, banyak perjuangannya. Gw ga bisa bercerita pendek kalau buat perjuangan gw di sini. Biar dipendek pendekin tetep aja bakal panjang.
Ga pernah ada tempat, sekolah yang membuat gw merasa tertekan, kecewa, putus asa, pasrah, kesepian, berjuang, tertawa, bahagia, berpikir seperti di SWB. Tempat ini udah memberi gw banyak pelajaran, kedewasaan, teman2, jati diri dll. Salah satu masa masa terpenting buat hidup gw. Salah satunya karena, kalau gw ga pernah sekolah di SWB, gw ga bakal berani buat kuliah ke jerman.

Bagaimana awal mula ceritanya?

Pada waktu gw kelas 3 SMP, gw juga ga pernah denger, seminari itu apa, seminari ada aja gw juga ga tau. Info pertama tentang SWB gw dapet dari guru agama gw, itu pun seperti sebuah kebetulan. Gw lupa waktu itu lagi sebelom masuk, istirahat atau pulang sekolah, gw lagi duduk sendirian di depan kelas. Guru agama gw, bu dewi, duduk di sebelah gw dan tanpa basa basi langsung nanya, kamu tau ga seminari wacana bhakti. Gw belum tau apa2 saat itu, jadi gw jawab gak tau. Berceritalah bu guru ini tentang seminari, ceritanya emang ga panjang tapi itu bener2 awal mulanya. Gw gak tau, kenapa dia tiba2 cerita tentang seminari, apa dia juga cerita ke anak lain dan yang paling gw gak ngerti, kenapa ceritanya ke gw.
Gw ini sama sekali gak terlalu religius, iman juga seadanya, nilai ulangan agama juga secukupnya, sama sekali gak aktif di gereja, gak pernah jadi misdinar, gak selalu rajin ke gereja dan pastor gereja gw juga pasti gak kenal gw sebelumnya.
Gw pikir topik ini bakal lewat begitu saja, ternyata tidak.
Pada suatu hari minggu, datang rombongan seminaris dari SWB ke gereja gw untuk mendampingi misa hari sabtu minggu dengan simphonie orkestra lengkap yang dimainkan oleh mereka sendiri. Mereka sengaja datang memang sekalian untuk promosi ( mereka nyebutnya expo) panggilan imamat ( panggilan untuk menjadi pastor ) dan menyediakan info terbaru tentang SWB secara langsung.
Gw si waktu itu masih ga terlalu tertarik dengan misa istimewa kali ini. Bayangin aja misa pake orkestra lengkap. Tapi lagi lagi entah kenapa, waktu selesai misa gw malah ngedatengin stand mereka, karena keliatannya orangnya asik asik. Jadilah gw tanya2 sedikit tentang seminari dan kehidupan mereka. Sampai salah satu dari mereka bilang, bagusnya seminari karena di situ orang dilatih juga untuk berbicara di depan umum, yah otomatis gitu, masa pastor ga dilatih buat pidato, khotbah.
Dari sini mulai ada ketertarikan, karena pengen juga gw belajar berbicara. Gw itu ga bakal bisa disuruh ngomong di depan publik, makanya rayuan ini cukup kena buat gw. Info ini gw simpen dulu baik baik.
Pada akhirnya ada sesuatu kejadian, gw ga mau cerita di sini kejadian apa, gw pengen daftar ke seminari. Gw tanya bokap, dia bilang gapapa, kalo emang kemauan sendiri, gw tanya nyokap , ga dikasi, suruh pikir2 lagi. OK saat itu pendaftaran belom buka, tapi efeknya gw malah jadi makin tertarik buat membaca kitab suci, banyak berdoa.
Pada waktu pendaftaran gelombang pertama dibuka bulan januari ato februari 1999, gw lupa, gw tanya lagi bonyok, jawabannya tetep sama. Tapi gw tetep minta juga formulir pendaftaran ke pastor paroki. Ironisnya mungkin waktu itu pastornya kenal gw dan tau nama gw. Hebat lah. Ada anak yang ga pernah misdinar, jarang main ke gereja, aktif juga engga tiba2 pengen daftar ke seminari. Tapi dia ga banyak nanya2, ga peduli latar belakang gw seperti apa, yang penting mau daftar ke seminari, didukung aja. Makin banyak pendaftar makin bagus, gak peduli kualitas rohaninya, daripada ga ada pendaftar.
Dan ternyata gw ga sendiri, dari paroki gw ternyata ada 7 orang pendaftar termasuk gw. Jumlah yang cukup banyak untuk 1 paroki dan 1 gelombang. ( Ada 2 gelombang pandaftaran)
Expo SWB kemarin rupanya cukup berhasil.
Akhirnya keluar juga tanggal untuk ujian masuk tertulisnya, ga ada masalah, mirip tes IQ doank. Tapi 1 temen gw ga lulus.
Calon yang lulus ujian tertulis bisa ikut ujian lisan. Ujian ini istimewa karena para kandidat akan menginap di asrama seminari selama 1 malam untuk mengikuti kegiatan seminari dari dekat didampingi sebagian seminaris. Waktu itu lagi liburan, sebagian seminaris pulang ke rumah masing2 jadinya kamarnya kosong dan dipakai untuk menginap para kandidat.
Waktu itu gw bisa menjalani gimana kehidupan mereka sehari2. Tiap hari ada jadwal hariannya. Dari jam segini sampai jam segini kegiatannya apa. Gw ngeliat hidupnya teratur juga ya, masa mandi aja pake dijadwalin. Melihat bangunan fisiknya dan tata letaknya menurut gw cukup menarik. Lumayan lah, ga jelek jelek amat.
Tip : buat ujian lisan ini cuma 2 pertanyaan yang paling penting; sapa yang suruh kamu daftar ke seminari dan apa tujuan kamu menjadi pastor.
Kalau pertanyaan pertama lo jawab mau sendiri, uda beres si dan asal jawaban pertanyaan kedua lo ga parah2 bener.
Hasilnya gw diterima. ?????
Gw cuma bengong, kenapa. Apa alasannya ? Sebagian besar ditolak, tapi kenapa gw diterima. Apa istimewanya gw ? Secara rohani mungkin banyak yang lebih baik daripada gw. Banyak yang lebih aktif di gereja malah ditolak. Gw gak merasa gw harus diterima di sini, ditolak pun gw juga gak bakal kecewa berat.
Dari situ gw sadar, kalau panggilan Tuhan memang misteri. ( Panggilan di sini bukan artinya meninggal )
Rencana Tuhan itu gak bisa dimengerti manusia. Jawaban atas pertanyaan2 ini ternyata datang juga pada akhirnya. Entar gw ceritain di akhir kisah panjang ini.
Saat itu gw uda gak daftar sekolah mana mana lagi. Uda PD banget buat masuk seminari, tanpa tahu apa yang bakal menunggu di sana.
Kenyataan kalau harus tinggal di asrama, gak bisa ketemu keluarga sering2, cuci baju pake tangan sendiri, musti bisa ngurus diri sendiri sama sekali gak bikin gw takut, malah penasaran.

Akhirnya EBTANAS kelar, yang lain sibuk nyari sekolah, gw malah tetep teguh buat ke seminari. Ledekan dari saudara2 tetep ada, tapi akhirnya gw masuk seminari juga.

Dan ternyata ini adalah awal dari salah satu kisah terpenting dalam hidup gw. Kisah yang sangat melelahkan untuk dijalani, penuh naik turun dan cukup panjang sampai harus gw bikin penomorannya.



berlanjut...

No comments: